Rumah Adat Sibelang Ayo

Sakit, dadaku seperti tersayat pisau belati melihat pemandangan di depan mataku. Semua keindahan yang tadinya sudah mengambang di pelupuk mataku, ambyar. Aku benar-benar terhenyak karena semua di luar ekspetasiku.
Rumah adat yang sudah beberapa bulan saja tak kukunjungi, sangat memprihatinkan keadannya. Sampah di mana-mana, baik itu sampah plastik maupun sampah basah. Kuedarkan pandanganku ke seluruh sudut ruangan, mataku membola, menghangat. Aku sampai ingin menangis dibuatnya.
Rumah adat "si belang ayo" ini adalah salah satu dari dua rumah adat yang tersisa di desa kami, Desa Lingga. "Si belang ayo" artinya rumah adat dengan wajah lebar. Ya, tampilan depan (ayo-ayo, bhs. Karo) memang lebih lebar dibanding rumah adat "gerga" yang posisinya saling berhadapan.
Rumah adat ini dapat didiami oleh 8 keluarga, walaupun pada kenyataanya saat ini hanya didiami oleh 2 keluarga saja. Mempunyai 2 tangga dan 2 ture. Satu di depan (kenjulu, bhs. Karo) dan yang satunya lagi berada di belakang (kenjahe, bhs. Karo).
Redan (tangga) dan ture (bisa diterjemahkan sebagai teras) biasanya dibuat dari bambu yang paling kuat dan kokoh, biasanya dari bambu dengan jenis "buluh belin", sehingga tahan sampai dengan ratusan tahun. Rangka dalam bangunan rumah adat juga menggunakan bambu dengan jenis yang sama.
Pada bagian ujung atap yang terbuat dari ijuk tebal, terdapat tanduk kerbau sebagai simbol penolak bala. Itu adalah simbol keamanan dan ketentraman agar jauh dari marabahaya.
Ornamen karo diukir pada dinding rumah di sepanjang sisi bawah jendela. Baik pada dinding sisi depan, sisi belakang, samping kiri, maupun samping kanan. Ornamen tersebut antara lain "tapak raja sulaiman", "bunga gundur", "bindu matagah", dll. Di atas ornamen karo tersebut dijalin tali ijuk atau bisa juga tali dari bahan rotan membentuk "pengeret-ret" memanjang dengan warna merah putih yang juga melambangkan penolak bala, sehingga keluarga yang tinggal di dalamnya jauh dan terhindar dari marabahaya.
Ini adalah sebagian besar bagian luar. Bagian dalam dari rumah adat juga mempunyai beberapa bagian besar, yakni "jabu" dan "para". Ada yang unik dari rumah ini, jika rumah adatnya dinamakan "rumah adat siwaluh jabu" (rumah adat yang dihuni delapan keluarga), maka "para" dan tempat memasaknya hanya ada 4. Artinya, setiap 1 "para" dan tempat memasak itu diperuntukkan kepada 2 keluarga.
"Para" berbentuk persegi, menggantung di atas perapian. Dasar dari perapian adalah gundukan tanah, sementara itu api pada tungku berasal dari ranting yang disulut yang diambil dari hutan. Di atas "para" jugalah disimpan berbagai bahan keperluan memasak, seperti jagung kering, "beltu- beltu" (daging lembu yang sudah dipanggang dan diasapkan) sehingga tahan lama.
Ranting atau kayu bakar yang sudah kering juga boleh disimpan di atas "para" sesuai dengan keperluan. Sedangkan penyimpanan ranting atau kayu bakar dalam skala besar diletakkan di bawah lantai rumah (teruh karang, bhs. Karo).
Dilihat dari letak "para" ini, tersirat makna positif yakni pentingnya kerjasama yang baik antar tetangga. Ini melambangkan sistem kekerabatan yang jauh dari permusuhan dan keributan. Dalam hal ini dituntut kesabaran yang tinggi, agar bisa saling menerima dan saling berbagi dalam setiap kelebihan dan kekurangan teman kita. Toh, kita ini adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan saling membutuhkan satu dengan yang lain.
Namun, hal tersebut terancam menjadi tinggal kenangan saja. Tidak banyak dari penduduk di desa ini yang menganggap rumah adat sebagai aset berharga yang seyogianya harus dilestarikan, dijaga, dan dilindungi.
Rumah biasa juga kalau tidak ditempati akan cepat lapuk dan rusak. Apalagi rumah adat yang semua bahan dasarnya terbuat dari bahan alami.
Seandainya ada orang yang masih berniat untuk menemptinya, membersihkannya, rumah adat ini pasti akan lebih awet dan bertahan lama. Bukan diabaikan begitu saja.
Ini, lihatlah 6 ruangan yang tidak ditempati sangat jorok dan berdebu. Rayap dan serangga pengerat pasti sering berpesta di dalamnya.
"Jadi, marilah kita sebagai generasi penerus bangsa menjaga amanah yang sudah diberikan oleh nenek moyang kita terdahulu. Kami di sini sudah berinisiatif menjadi sukarelawan, membersihkan rumah adat 2 minggu sekali. Bagaimana dengan Kamu? Apa yang sudah Kamu lakukan?"