PAGAR JABU . BEKEM-BEKEM

(sumber: Museum Pusaka Karo)
Sabtu sore penulis berkunjung ke Museum Pusaka Karo yang berada di tengah Kota Berastagi tepatnya bersebelahan dengan Kantor Pos Berastagi. Beberapa orang pengunjung tampak sangat antusias memperhatikan benda-benda yang ada di museum itu. Di Museum Pusaka Karo benda-benda sejarah yang dahulu digunakan masyarakat Karo dipamerkan dan diberikan keterangan terkait benda tersebut.
Walau penulis lahir dan besar di Kabupaten Karo tetapi banyak benda-benda sejarah yang tidak penulis kenal dan bahkan belum pernah mendengar nama dari benda-benda tersebut. Jadi sudah dipastikan anak-anak di Kabupaten Karo juga banyak yang tidak mengenal benda-benda sejarah tersebut bila tidak berkunjung ke museum.
Penulis sangat tertarik dengan salah satu benda yang terdapat pada Museum Pusaka Karo yaitu Pagar Jabu (Bekem-Bekem). Dengan membaca nama benda tersebut, Pagar Jabu yang terbersit dalam pemikiran penulis, benda itu merupakan pagar spiritual yang melindungi rumah adat (jabu) dari pengaruh jahat atau bahaya yang diletakkan di sekitar rumah atau kampung untuk menjaga keselamatan penghuninya. Namun, setelah membaca keterangan pada benda Pagar Jabu (Bekem-Bekem) yang tertera pada Museum Pusaka Karo itu penulis jadi merinding karena benda tersebut ternyata mengandung mistis yang sedikit negatif.
Sesuai dengan keterangan di Museum Pusaka Karo, Pagar Jabu (Bekem-Bekem) merupakan media atau alat yang digunakan untuk melakukan aktivitas menenung (santet) ilmu sihir yang dilakukan oleh seorang dukun (Guru Sibaso). Benda ini dibuat dari bahan kayu untuk patung dan tanduk untuk tabung tempat pupuk mbiring (serbuk-serbuk yang diramu khusus sebagai media ritual oleh sang dukun). Tanduk yang dipergunakan untuk Pagar Jabu ukurannya tidak terlalu besar, dan biasanya yang dipakai adalah tanduk rusa atau kambing.
Tutup Pagar Jabu berupa ukiran figur manusia menaiki singa dan ada juga manusia dalam posisi jongkok yang saling membelakangi. Figur manusia yang diukir dengan karakter tangguh dan bengis menambah keunikan patung tersebut. Bagian wadah dihiasi ornamen kalajengking, atau kacip gelang dalam bahasa Karo. Mulut wadah dihiasi dengan tali riman, sementara bagian ekornya dihiasi figur manusia dengan bagian atas kepala yang meruncing. Pagar Jabu (Bekem-Bekem) yang berwarna hitam dengan ukiran yang tidak biasa lebih memancarkan aura mistis yang membuat bulu kuduk berdiri.
Pupuk mbiring merupakan serbuk hitam yang halus seperti tepung yang diramu secara khusus oleh dukun atau orang tua pada zaman dulu. Pupuk mbiring ini bisa bertahan dalam jangka waktu yang lama atau bertahun-tahun dan digunakan untuk obat. Penulis pernah melihat pupuk mbiring di masa penulis masih anak-anak, pupuk mbirng tersebut dibuat oleh nini bulang (kakek) kami dan merupakan obat yang mujarab untuk mengobati penyakit yang diyakini dikirimkan oleh orang yang tidak berniat baik kepada seseorang.
Pada saat itu pupuk mbiring tersebut digunakan untuk mengobati saudara yang diduga terkena penyakit incuk, di mana pupuk mbiring itu dimakan dengan menggunakan daun sirih lengkap dengan gambir dan kapur ditambah sebuah bawang putih tunggal. Masyarakat Karo percaya bahwa penyakit incuk merupakan penyakit kiriman seperti santet atau guna-guna yang dikirimkan orang yang mendendam kepada seseorang.
Walaupun Pagar Jabu (Bekem-Bekem) dianggap benda yang penggunaannya negatif pada zaman dahulu, tapi peninggalan sejarah ini merupakan warisan budaya yang mencerminkan kepercayaan masyarakat Karo terhadap kekuatan spiritual yang harus tetap dijaga kelestariannya agar benda-benda tersebut dapat dilihat oleh anak cucu kita yang merupakan sebagian dari sejarah budaya Karo.