Tari Gundala Gundala
MENGENAL TARI “GUNDALA-GUNDALA”
Suku Karo memiliki kekayaan seni budaya dan kearifan lokal seperti tari tradisional, alat musik tradisional, adat istiadat dan sistem kekerabatan yang dikenal dengan sebutan "Merga Silima, Rakut Sitelu, Tutur Siwaluh, Perkade-kaden Sepuluh Dua tambah Sada". Kekayaan seni budaya dan kearifan lokal tersebut secara perlahan-lahan telah diwariskan dari generasi ke generasi untuk menjaga kelestariannya.
Ada begitu banyak jenis dan ragam tari tradisional Karo seperti Tari Gundala-Gundala, Tari Terang Bulan, Tari Lima Serangkai, Tari Roti Manis dan lainnya. Tarian tradisional Karo tersebut rata-rata memiliki makna tersirat yang digambarkan lewat gerak dan tari.
Namun, belakangan ini tari tradisional semakin kurang mendapat perhatian dari generasi muda dikarenakan gerak tarinya yang monoton, dan waktu pertunjukan tari tradisional Karo ini pun lebih panjang durasinya dari tari kreasi baru.
Dari beberapa tarian tradisional tersebut pada akhirnya sudah ada beberapa tarian yang dibuatkan menjadi tari kreasi yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dan perubahan sosial budaya di tengah-tengah masyarakat Karo. Dilakukan juga beberapa pembaharuan agar menjadi lebih menarik untuk ditonton, tetapi secara umum tidak mengurangi makna dari tarian dimaksud, salah satunya adalah "Tari Gundala-Gundala."
Tari Gundala-Gundala adalah sebuah tari ritual yang dulunya dilaksanakan oleh leluhur suku Karo untuk "ndilo wari udan" (memanggil datangnya hujan). Atraksi ini dianggap penting dilakukan oleh leluhur suku Karo dikarenakan musim kemarau berkepanjangan yang mengakibatkan masyarakat tidak dapat bercocok tanam.
Tari “Gundala-Gundala” sering juga disebut dengan “tari topeng” karena dalam atraksi tarian ini ada beberapa peran utama (penari) yang menggunakan aksesoris seperti topeng kayu, tongkat dan baju berwarna putih. Dalam perjalanannya, saat ini sudah ada beberapa warna baju yang digunakan sebagai salah satu cara untuk dapat membedakan masing-masing peran penari dalam Tari Gundala-Gundala ini sehingga kita dapat mengetahui peran masing-masing karakter).
Adapun kelengkapan peran penari topeng dalam Tari Gundala-Gundala ini adalah :
- Raja
- Kembrahen/ permaisuri
- Putri raja
- Menantu raja
- Burung gurda-gurdi
Atraksi pertunjukan Tari Gundala-Gundala selalu diiringi dengan instrumen musik tradisional Karo, seperti gendang, gong, sarune, dan keteng-keteng, serta alat musik tradisional Karo lainnya.
Asal Mula Tari Gundala-Gundala
Secara garis besar, Tari Gundala-Gundala adalah cerita tentang pertempuran antara keluarga kerajaan. Pada suatu ketika, keluarga kerajaan ini melakukan kegiatan berburu di hutan. Tak disangka, di dalam hutan mereka bertemu dengan burung gurda-gurdi.
Burung gurda-gurdi jatuh cinta pada pandangan pertama kepada putri raja yang cantik jelita, padahal putri raja tersebut sudah menikah.
Pertempuran pun tak terelakkan karena burung gurda-gurdi ingin menculik putri raja. Pertempuran tersebut akhirnya dimenangkan oleh keluarga kerajaan.
Ketika pulang ke istana kerajaan, keluarga kerajaan melakukan arak-arakan kemenangan atas burung gurda-gurdi.
Kehadiran Tari Gundala-Gundala pada Masa Kini
Pada masa kini, atraksi Tari Gundala-Gundala dalam kegiatan "ndilo wari udan" (memanggil datangnya hujan) sudah jarang dilakukan sebagai kegiatan ritual pada saat terjadi kemarau panjang di suatu desa. Tari Gundala-Gundala pada masa kini umumnya hanya sebatas pertunjukan seni budaya semata, yang dipertunjukkan pada saat kegiatan/ event seni budaya Karo, seperti pada kegiatan pawai HUT Kemerdekaan Republik Indonesia, Festival Bunga dan Buah, ataupun pesta kerja tahun di desa.
Keterangan Video di atas adalah sebuah pertunjukan tari kreasi “Gundala-Gundala” yang dilaksanakan oleh Sanggar Seni Budaya SMP Xaverius 1 Kelurahan Gung Negeri, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo. Sekolah ini adalah salah satu sekolah yang rutin melaksanakan kegiatan pembinaan seni budaya Karo di Kabanjahe.
(Alexander Ginting)