Budaya

Tradisi Mukul Pada Budaya Karo

avatar.png
Kontributor Budaya Bla Ikuti
01-11-2023
2

Suku Karo adalah salah satu etnis yang berasal dari Sumatera Utara. Sebagaimana sebuah etnis, suku Karo mengembangkan dan mewariskan adat tradisi dan kebudayaan mereka sebagai sebuah perwujudan dari eksistensi mereka sebagai sebuah masyarakat. Kebudayaan suku Karo meliputi banyak hal, salah satu bentuk kebudayaan yang unik sebagaimana suku lain adalah adat perkawinan mereka.

Perkawinan dalam filosofi masyarakat Karo memiliki nilai yang sakral. Karena pernikahan adalah sebuah bentuk pengorbanan pihak pengantin perempuan dengan memberikan anak perempuan mereka kepada keluarga lain (pihak laki-laki). Oleh karena
itu, pihak pengantin laki-laki harus menghargainya dengan menanggung semua biaya acara adat perkawinan itu (Elovani & Sutikno, 2021: 102). Salah satu cara masyarakat Karo mengaktualisasikan makna sakral itu adalah melalui prosesi Mukul Etnik yang diadakan setelah perkawinan berlangsung.

Mukul Etnik adalah rangkaian acara terakhir yang dilakukan pada hari pesta

pernikahan adat suku Karo. Secara tradisi, acara ini digelar pada malam hari di rumah mempelai pria. Prosesi yang dilakukan berupa makan malam dengan hidangan satu ekor ayam kuning utuh antara dua pengantin yang disaksikan oleh keluarga kedua mempelai. Walaupun begitu ada sebuah fenomena di masyarakat modern Karo, yakni sedikitnya orang-orang Karo yang tahu pasti mengenai prosesi Mukul Etnik. Fenomena ini penulis
dapatkan dari perbincangan singkat penulis dengan beberapa teman mahasiswa suku Karo. Buku, jurnal, dan kajian-kajian yang spesifik membahas tradisi ini juga sangat minim sekali penulis temukan. Melihat hal ini, tampaknya perlu ada sebuah usaha sehingga tradisi ini tidak hanya terbatas menjadi sebuah tradisi lisan pada masyarakat setempat.

Desa Seberaya

Desa Seberaya adalah salah satu desa di Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Menurut situs web resmi Desa Seberaya, sepanjang berdirinya desa ini mengalami perubahan nama sebanyak tiga kali. Nama pertama desa ini adalah Desa Sabara, kemudian berganti menjadi Serayaan, lalu berganti lagi menjadi Seberaya yang menjadi
nama desa ini hingga sekarang. Desa ini mendapat gelar sebagai desa budaya mengingat ada begitu banyak warisan budaya dan tradisi masyarakat Karo yang ada di desa ini. Desa ini dikenal sebagai tempat kelahiran legenda Putri Hijau serta tradisi Tembut-tembut. Selain itu, desa ini juga dikenal sebagai tempat kelahiran seorang komponis nasional, Djaga
Depari.

Tradisi Mukul Etnik di Desa Seberaya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo

Mukul Etnik adalah prosesi terakhir di hari-H pernikahan dalam adat Karo. Mukul Etnik memiliki nama lain yakni persada tendi. Informan kami mengatakan bahwa Mukul Etnik di Desa Seberaya memiliki sebutan lain yakni Ngulihi Tudung.

Mukul itu cuma istilah, kalau bahasa halusnya itu Ngulihi Tudung(Wawancara dengan Kamaludin Ginting pada tanggal 11 Maret 2023) Ada perbedaan informasi yang kami temukan di sini. Narasumber kami mengatakan bahwa nama lain dari Mukul Etnik di Desa Seberaya adalah Ngulihi Tudung, sementara Darwan Prinst (2004) dalam bukunya “Adat Karo” menyebutkan bahwa Ngulihi Tudung adalah prosesi tersendiri yang dilakukan beberapa hari setelah pesta pernikahan di mana kedua belah pihak keluarga akan saling mengunjungi dan membahas kehidupan mempelai baru. Hal serupa juga dituliskan oleh Marini (2023) dalam artikelnya “Cabur Bulung dalam Perkawinan Adat Karo: Studi di Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo”. Di artikel itu dia membagi upacara adat pernikahan Karo menjadi tiga tahapan, yakni (1) persiapan kerja
adat; (2) hari pesta adat; dan (3) setelah pesta adat. Di sini dia menulis tradisi Mukul Etnik pada bagian “hari pesta adat” dengan nama persadan tendi. Sementara ngulih tudung merupakan sebuah acara yang berbeda yang dia masukkan ke dalam tahapan “setelah pesta adat”. Sama seperti yang diutarakan oleh Darwin, beliau menjelaskan bahwa ngulihi tudung
merupakan acara saling berkunjung antar keluarga.


2

Postingan Terkait / Lainnya

Budaya
Budaya
Respon (Komentar)